Rabu, 29 Oktober 2008

Tips!!!...............Nasi yang Gak Terbuang....!!

Hai.......buat kalian yang lagi school or kuliah dan harus ngekost di kampung orang karena jauh dari keluarga, sehingga makan ataupun masak semua pasti sendiri. aku punya tips biar nasi yang sudah dimasak gak dibuang karena sudah terlalu kering dan berubah warna di rice cooker/penanak nasi. caranya : nasi yang sudah stengah kering ataupun kering sekali di rice cooker dimasak kembali dengan beras yang baru, kemudian airnya dilebihkan sedikit setelah itu simpan nasi yang kering tadi diatas beras yang akan dimasak, banyaknya air sesuaikan dengan banyaknya nasi yang kering tadi, airnya jangan sampai kebanyakan dan jangan berlebihan habis itu colok deh dilistrik rice cookernya. ok SLAMAT MENCOBA yah....!!!

Senin, 13 Oktober 2008

Kekuatan Cintamu Untukku

Ikutlah diriku bila aku maju, doronglah diriku bila aku berhenti dan berikanlah diriku motivasi bila aku jatuh. I really love you my soul……

14 November 2007

Selasa, 02 September 2008

Kenalilah....!!! HERPES SIMPLEX VIRUSES (HSVs)

Patofisiologi
Kontak intim antara orang yang rentan (tanpa antibodi melawan virus) dan seorang individual yang secara aktif melepaskan virus atau dengan cairan tubuh yang mengandung virus adalah dibutuhkan untuk infeksi HSV untuk terjadi. Kontak harus melibatkan membran mukosa atau kulit yang terbuka atau terabrasi.
HSV menyerang dan bereplika di neuron dan juga dalam epidermal dan sel-sel dermal. Virions berjalan dari tempat awal infeksi pada kulit atau mukosa ke ganglion akar dorsal sensory, dimana latensi terbentuk. Replikasi viral dalam sensory ganglia membawa pada kekambuhan perjangkitan klinis.
HSV-1 reaktivasi paling efisien dari trigeminal ganglia (mempengaruhi muka dan oropharyngeal dan ocular mucosae), sedangkan HSV-2 memiliki reaktivasi yang lebih efisien dalam lumbosacral ganglia (mempengaruhi paha, pantat, genitalia, dan ekstrimitas bawah). Perbedaan klinis dalam reaktivasi spesifik-di tempat antara HSV-1 dan HSV-2 terlihat disebabkan, sebagian, pada masing-masing virus yang membentuk infeksi latent dalam populasi berbeda dari ganglionic neurons.
Pada episode I infeksi primer, virus dari luar masuk ke dalam tubuh hospes (penerima virus). Selanjutnya, terjadilah penggabungan virus dengan DNA hospes, mengadakan multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan kelainan pada kulit. Virus akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten. Kemudian kulit tampak kemerahan dan muncullah vesikel yang bergerombol dengan ukuran sama besar. Vesikel yang berisi cairan ini mudah pecah sehingga menimbulkan luka yang melebar. Bahkan ada kalanya kelenjar getah bening di sekitarnya membesar dan terasa nyeri bila diraba.
Beruntung bila terjadi kasus episode I non-infeksi primer. Artinya, infeksi sudah lama berlangsung, tetapi sebelum timbul gejala klinis tubuh sudah membentuk zat anti. Sehingga saat masuk episode I, kelainan yang timbul tidak seberat episode I dengan infeksi primer. Bila penderita pernah terkena HSV-1, antibodi HSV-1 sudah terbentuk, akibatnya infeksi HSV-2 akan lebih ringan dan sering muncul tanpa gejala. Namun, karena bersifat permanen, bila suatu ketika timbul faktor pencetus, virus akan aktif dan berkembang kembali mengakibatkan infeksi ulang. Saat itu, karena tubuh hospes sudah memiliki antibodi spesifik, kelainan yang timbul dan gejalanya mungkin tidak seberat infeksi primer.

Faktor Predisposisi
Adapun faktor pencetus kambuhnya herpes antara lain trauma (luka), hubungan seksual berlebihan, demam, gangguan pencernaan, stres, kelelahan, alkohol, obat-obatan, haid (pada wanita), serta sinar ultraviolet. Dibandingkan dengan gejala klinis serangan primer yang akan hilang setelah dua minggu, gejala serangan ulang ini sudah hilang dalam waktu 7-10 hari. Frekuensi rata-rata kambuh gejala infeksi HSV sekitar empat kali per tahun (John et al, 1993), meski ada juga yang mengalami hingga lebih dari 12 kali setahun.
Herpes genitalis pada orang dengan imunodefisiensi (gangguan fungsi kekebalan tubuh) bisa berakibat cukup progresif berupa lesi (semacam luka) dalam, bahkan lebih luas, pada daerah sekitar kelamin dan dubur. Namun pada imunodefisiensi ringan keluhan yang muncul berupa tingginya frekuensi kambuh dengan penyembuhan lebih lama.

Jenis Kelamin
Frekuensi antibodi HSV-1 dan HSV-2 adalah sedikit lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Bagaimanapun, wanita adalah lebih mungkin dibandingkan pria untuk dilindungi dari infeksi HSV genital dengan penggunaan metode penghalang.
Dalam studi lebih dari 600 wanita hamil, 63% adalah seropositive untuk HSV-1, 22% untuk HSV-2, dan 13% untuk keduanya, dan 28% adalah seronegative. Ras non kulit putih dan memiliki 4 atau lebih pasangan seks secara independen terkait dengan peningkatan infeksi HSV-2. Bagaimanapun, grup ini memiliki resiko tertinggi memiliki anak dengan herpes neonatal, yang menunjukkan kerentanan mereka untuk infeksi HSV baru selama trimester kehamilan ketiga mereka (ketika seorang ibu adalah paling mungkin untuk menularkan infeksi pada bayinya).

Usia
Frekuensi infeksi HSV-1 pada anak beragam dengan status sosial ekonomi. Kurang lebih, sepertiga anak dari keluarga sosial ekonomi rendah menunjukkan beberapa bukti infeksi HSV-1 pada usia 5 tahun. Frekuensi meningkat hingga 70-80% oleh awal remaja/orang dewasa awal. Berlawanan dengan itu, hanya 20% anak dari keluarga kelas menengah seroconvert. Frekuensi infeksi tetap agak stabil sampai dekade kedua hingga ketiga kehidupan ketika ini meningkat hingga 40-60%. Rate seroconversion HSV-2 adalah tertinggi dalam orang dewasa muda aktif.

Gejala
Pada pria gejala lebih jelas karena tumbuh pada kulit bagian luar kelenjar penis, batang penis termasuk kulit depan penis yang tidak disunat, buah zakar, dan di sekitar anus atau di dalam rektum. Sebaliknya, pada wanita gejala itu sulit terdeteksi karena letaknya tersembunyi. Herpes genitalis pada wanita biasanya menyerang bagian labia majora, labia minora, klitoris, bahkan leher rahim (serviks) tanpa gejala klinis.
Pada awalnya, mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi, penderita akan merasakan gejala seperti tidak enak badan, demam, sakit kepala, kelelahan, serta sakit otot, terutama di bagian kaki. Dilanjutkan dengan rasa gatal dan agak panas seperti ditusuk-tusuk pada bagian kulit yang ditumbuhi vesicle (gelembung) bercak kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar. Luka yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng.
Penderita bisa mengalami kesulitan dalam berkemih dan ketika berjalan akan timbul nyeri. Luka akan membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut. Kelenjar getah bening selangkangan biasanya agak membesar. Gejala awal ini sifatnya lebih nyeri, lebih lama dan lebih meluas dibandingkan gejala berikutnya.
Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita infeksi HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian tubuh lainnya, menetap selama beberapa minggu atau lebih dan resisten terhadap pengobatan dengan asiklovir.

Diagnosis
Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Gejala dan tanda dihubungkan dengan HSV-2. diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisis jika gejalanya khas dan melalui pengambilan contoh dari luka (lesi) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Tes darah yang mendeteksi HSV-1 dan HSV-2 dapat menolong meskipun hasilnya tidak terlalu memuaskan. Virus kadangkala, namun tak selalu, dapat dideteksi lewat tes laboratorium yaitu kultur. Kultur dikerjakan dengan menggunakan swab untuk memperoleh material yang akan dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes. (1,11,12)
Pada stadium dini erupsi vesikel sangat khas, akan tetapi pada stadium yang lanjut tidak khas lagi, penderita harus dideteksi dengan kemungkinan penyakit lain, termasuk chancroid dan kandidiasis. Konfirmasi virus dapat dilakukan melalui mikroskop elektron atau kultur jaringan. Komplikasi yang timbul pada penyakit herpes genitalis anatara lain neuralgia, retensi urine, meningitis aseptik dan infeksi anal. Sedangkan komplikasi herpes genitalis pada kehamilan dapat menyebabkan abortus pada kehamilan trimester pertama, partus prematur dan pertumbuhan janin terhambat pada trimester kedua kehamilan dan pada neonatus dapat terjadi lesi kulit, ensefalitis, makrosefali dan keratokonjungtivitis. Herpes genital primer HSV 2 dan infeksi HSV-1 ditandai oleh kekerapan gejala lokal dan sistemik prolong. Demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia dilaporkan mendekati 40 % dari kaum pria dan 70% dari wanita dengan penyakit HSV-2 primer. Berbeda dengan infeksi genital episode pertama, gejala, tanda dan lokasi anatomi infeksi rekuren terlokalisir pada genital (1,4,7,14)

Perawatan Medis
· Sebagian besar infeksi HSV adalah terbatas-sendiri. Bagaimanapun, terapi antiviral memperpendek jalannya gejala dan bisa mencegah penyebaran dan transmisi.
· Pengobatan antiviral intravena, oral dan topical adalah tersedia untuk treatment HSV dan adalah paling efektif jika digunakan pada permulaan gejala. Terapi oral bisa diberikan dalam waktu episode atau sebagai terapi suppresif kronis.
ü Treatment herpes labialis dan herpes genitalis secara umum terdiri dari episodic course acyclovir oral, prodrug valacyclovir, dan famciclovir. Pengobatan antiviral oral, acyclovir, valacyclovir, dan famciclovir, bisa digunakan (off label) sebagai terapi untuk kondisi HSV tidak rumit lainnya (contohnya, herpes whitlow), dan dosis yang sama seperti yang digunakan untuk treatment herpes genitalis adalah umumnya direkomendasikan.
ü Treatment topical yang tersedia secara komersial untuk herpes adalah jauh kurang efektif dibandingkan terapi oral.
ü Infeksi HSV rumit, cutaneous dan/atau penyebaran visceral, HSV neonatal, dan infeksi parah dalam mereka yang immunocompromised seharusnya segera ditangani dengan intravenous acyclovir.
ü Pada pasien yang immunocompromised dan mengalami infeksi HSV kambuh, turunan HSV acyclovir-resistant telah diidentifikasi, dan treatment dengan foscarnet intravena atau cidofovir bisa digunakan. Penggunaan topical foscarnet juga telah dilaporkan.

Pencegahan
· Pelepasan viral HSV adalah paling besar selama perjangkitan; bagaimanapun, transmisi dari individual yang seropositive pada pasangan mereka yang seronegative biasanya terjadi selama periode pelepasan HSV tanpa gejala. Oleh karena itu, mencegah trasmisi membutuhkan lebih banyak dibandingkan abstaining dari kontak intim selama perjangkitan.
ü Metode penghalang, seperti kondom, memberi 10-15% perlindungan melawan penularan genital herpes, dimana transmisi bisa terjadi dan dari permukaan mucocutaneous yang tidak tertutup atau jika integritas dari penghalang dikompromi. Kondom juga telah ditunjukkan jadi paling efektif dalam melindungi wanita dibandingkan pria.
ü Beragam vaksin HSV telah dan berlanjut untuk dibawah penyelidikan untuk treatment dan pencegahan herpes genitalis, meskipun sebagian besar belum ditunjukkan untuk jadi efektif. Sekarang ini, percobaan acak buta-ganda dari sebuah vaksin D HSV-2 glycoprotein menunjukkan bahwa vaksin memberikan perlindungan terhadap virus pada wanita yang secara serologi negatif untuk baik HSV-1 dan HSV-2. Bagaimanapun, ini tidak mencegah infeksi HSV pada pria disamping serostatus mereka atau pada wanita yang positif untuk HSV-1 tetapi negatif untuk HSV-2.
ü Terapi supresif jangka-panjang untuk genital herpes telah ditunjukkan untuk menurunkan pelepasan HSV tanpa gejala, dan terapi valacyclovir jangka-panjang secara signifikan menurunkan transmisi HSV untuk patner rentan dari individual yang positif HSV-2 oleh 50-77%. Acyclovir dan famciclovir telah ditunjukkan sebagai sama efektifnya dengan valacyclovir untuk supresi kekambuhan. Pertimbangan untuk penempatan seorang pasien pada terapi supresif jangka-panjang termasuk perjangkitan sering dan/atau parah, infeksi dalam seorang pasien yang immunocompromised, jenis kelamin pasien, serostatus HSV pasien, dan kemampuan reproduktif dari pasangan pasien.
ü Infeksi HIV dari pasien HSV atau patner seronegativenya seharusnya dipertimbangkan sebuah indikasi memungkinkan untuk supresi, memberikan peningkatan yang diajukan dalam muatan viral HIV, meskipun terapi supresif HSV belum ditunjukkan untuk memiliki efek pada pelepasan viral HIV-1.
· Wanita yang HSV-2 negatif seharusnya berkonsultasi untuk abstain dari hubungan intim selama trimester ketiga kehamilan dengan pasangan yang bisa jadi seropositive karena infeksi HSV primer selama waktu ini menempatkan janin pada resiko infeksi tertinggi.
ü Pendekatan yang paling umum dalam usaha untuk mencegah transmisi vertikal adalah untuk membuat wanita dengan luka HSV terlihat secara klinis selama persalinan dengan operasi caesar. Bagaimanapun, persalinan caesar tidak mencegah semua kasus dari infeksi neonatal karena dalam utero infeksi terjadi dan kultur HSV antepartum adalah bukan sebuah prediktor yang baik dari infeksi neonatal.
ü Penggunaan acyclovir 400 mg PO tid selama trimester ketiga kehamilan telah terbukti aman dan efektif dalam mencegah herpes neonatal dan dalam menghilangkan kebutuhan untuk persalinan caesar.

Komplikasi
· Komplikasi yang paling umum dari infeksi HSV adalah superinfeksi bakteri. Pada wanita dengan infeksi HSV-2 primer, meningitis aseptic adalah juga umum.
· Komplikasi signifikan, seperti penyebaran visceral dan CNS dan sequelae jangka-panjang, adalah jarang dan terjadi dalam pasien yang immunocompromised atau dalam kasus HSV neonatal.
ü Pasien penderita AIDS yang ditangani dengan acyclovir intravena bisa mengembangkan turunan thymidine kinase-negatif dari HSV yang resistent pada acyclovir. Pasien ini bisa jadi secara berhasil ditangani dengan foscarnet intravena atau topical cidofovir.
ü Bayi yang terlahir dengan infeksi HSV genital seharusnya secara erat dimonitor untuk berbagai tanda-tanda infeksi dan segera ditangani jika tanda-tanda dari penyakit berkembang. Infeksi HSV neonatal memiliki tingkat mortalitas lebih dari 80% jika tidak ditangani dan sebuah tingkat morbiditas mortalitas/signifikan dari kurang lebih 50% bahkan ketika ditangani.

Prognosis
Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi inisial dini yang segera diobati mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat dibatasi frekuensi kambuhnya. Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya penyakit-penyakit dengan tumor di sistem retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresan yang lama, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat dalam dan fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa. Terapi antivirus efektif menurunkan manifestasi klinis herpes genitalis.(1,3,4)
· Untuk sebagian besar orang, infeksi HSV adalah sementara dan mereda tanpa sequelae memburuk; bagaimanapun, kekambuhan adalah umum.
· Kelanjutan jangka-panjang (biasanya CNS) adalah lebih umum dengan infeksi HSV neonatal dibandingkan tipe lainnya dari infeksi HSV. Gurat bisa terjadi dari luka parah atau superinfeksi.

Pengobatan
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti: menjaga kebersihan lokal, menghindari trauma atau faktor pencetus.(11). Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal sebesar 5% sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat. Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek samping, di antaranya pasien akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi.(14). Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan anda akan meresepkan obat anti viral untuk menangani gejala dan membantu mencegah terjadinya outbreaks. Hal ini akan mengurangi resiko menularnya herpes pada partner seksual. Obat-obatan untuk menangani herpes genital adalah:(12)
§ Asiklovir (Zovirus), Famsiklovir, Valasiklovir (Valtres) Asiklovir. Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg BB/8 jam selama 5 hari), asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama 10-14 hari) dan asiklovir topikal (5% dalam salf propilen glikol) dsapat mengurangi lamanya gejala dan ekskresi virus serta mempercepat penyembuhan.(4,5)
§ ValasiklovirValasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan hampir lengkap berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan meningkatkan bioavaibilitas asiklovir sampai 54%.oleh karena itu dosis oral 1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam darah yang sama dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg telah dibandingkan asiklovir 200 mg 5 kali sehari selama 10 hari untuk terapi herpes genitalis episode awal.(4,5,9)
§ FamsiklovirAdalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif menghambat replikasi HSV-1 dan HSV-2. Sama dengan asiklovir, pensiklovir memerlukan timidin kinase virus untuk fosforilase menjadi monofosfat dan sering terjadi resistensi silang dengan asiklovir. Waktu paruh intrasel pensiklovir lebih panjang daripada asiklovir (>10 jam) sehingga memiliki potensi pemberian dosis satu kali sehari. Absorbsi peroral 70% dan dimetabolisme dengan cepat menjadi pensiklovir. Obat ini di metabolisme dengan baik.(4,5)
Herpes genitalis adalah kondisi umum terjadi yang dapat membuat penderitanya tertekan. Pada penelitian in vitro yang dilakukan Plotkin (1972), Amstey dan Metcalf (1975), serta penelitian in vivo oleh Friedrich dan Matsukawa (1975), povidone iodine terbukti merupakan agen efektif melawan virus tersebut. Friedrich dan Matsukawa juga mendapatkan hasil memuaskan secara klinis dari povidone iodine dalam larutan aqua untuk mengobati herpes genital. (15) Pusat pengawasan dan pencegahan penyakit/ CDC (Center For Disease Control and Prevention), merekomendasikan penanganan supresif bagi herpes genital untuk orang yang mengalami enam kali atau lebih outbreak per tahun.(16)
Beberapa ahli kandungan mengambil sikap partus dengan cara sectio caesaria bila pada saat melahirkan diketahui ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum ketuban pecah atau paling lambat 6 jam setelah ketuban pecah. Pemakaian asiklovir pada ibu hamil tidak dianjurkan. (3,10) Sejauh ini pilihan sectio caesaria itu cukup tinggi dan studi yang dilakukan menggarisbawahi apakah penggunaan antiviral rutin efektif menurunkan herpes genital yang subklinis, namun hingga studi tersebut selesai, tak ada rekomendasi yang dapat diberikan. (7)

Senin, 02 Juni 2008

Seminar Penelitian Dosen Muda dan Kajian Wanita


Seminar nasional untuk PDM dan KW yang baru saja diadakan di Hotel Mercure Regency Makassar tanggal 26-28 Mei 2008, sangat memberikan motivasi yang sangat besar bagi peneliti-peneliti untuk terus melakukan penelitian sesuai basic bidangnya. Dengan dana DP2M dari Dirjen Dikti untuk tahun 2007 yang kemarin. Semoga tiap tahunnya terus berlanjut dan memberikan kesempatan bagi peneliti-peneliti lainnya untuk bisa ikut dan terpilih dalam seminar tersebut ditahun-tahun akan datang.

Jumat, 18 April 2008

STUDI PENGELOLAAN PENGEMBANGAN KARIER TENAGA PERAWATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (SEBAGAI RUMAH SAKIT RUJUKAN PERTAMA KABUPATEN/KOTA)

Pendahuluan
Survey Depkes tahun 1997 menunjukan bahwa tenaga kesehatan di Indonesia khususnya perawat kesehatan yaitu sekitar 211.422 orang tenaga perawat dari 769.832 orang tenaga kesehatan di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk tahun 2010 direncanakan seluruh tenaga kesehatan mencapai sekitar 1.305.000 orang tenaga kesehatan dengan 255,441 orang tenaga perawat profesional yang dibutuhkan. Secara keseluruhan nampaknya jumlah pengembangan dan penyediaan tenaga kesehatan pada tahun 2010 cukup seimbang. Tetapi bila ditinjau secara lebih spesifik pengembangan untuk beberapa kategori tenaga kesehatan profesional masih kurang mencukupi, yaitu salah satunya tenaga perawat.
Berdasarkan data profit Rumah Sakit Umum Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2005, jumlah keseluruhan dari tenaga perawat baik yang menduduki jabatan struktural maupun jabatan fungsional yaitu sebanyak 508 orang. Yang menduduki jabatan struktural sebanyak 20 orang, 3 orang dengan pendidikan terakhir S2, 15 orang dengan pendidikan terakhir Sl dan 2 orang dengan pendidikan terakhir SMA sedang jabatan fungsional terdiri atas 388 orang, 85 orang dengan pendidikan terakhir Sarjana Muda Keperawatan AKPER), 100 orang dari SPK/SPR/SPB (setingkat SMU) dan 23 orang dari perawat bidan (DI), sedangkan pelatihan-pelatihan yang diperuntukkan oleh tenaga perawat untuk tahun 2005 yaitu sekitar 45,70% dan mutasi kerja yang disesuaikan dengan prestasi, masa kerja, usia dan pengalaman kerja yaitu sekitar 34,23%. Adapun pengalaman kerja tenaga perawat yaitu sekitar 55,83% yang telah mempunyai pengalaman kerja dan selebihnya baru terangkat menjadi pegawai negeri sipil tanpa pengalaman kerja.
Berdasarkan informasi data di atas dari jumlah keseluruhan tenaga perawat yaitu sebanyak 405 orang menunjukan bahwa sebagian besar tenaga perawat pendidikan terakhirnya yaitu SPK (199 orang) dan DI Perawat Bidan (98 orang), ini berarti masih kurangnya kesempatan untuk mengembangkan karir mereka dalam hal pendidikan, termasuk masih rendahnya pelatihan/training/kursus sehingga memberi dampak terjadinya Job Knowledge yang tidak sesuai dengan pekerjaannya ataukah karena pelatihan yang diadakan belum sepenuhnya terkait dengan jabatan dan pengembangan karier mereka sehingga motivasi dalam mengikuti pelatihan sering sangat rendah (Depkes RI, 1994). Sedangkan mutasi maupun promosi jabatan juga masih terlihat rendah, hal ini yang akan mempengaruhi moral dan motivasi tenaga perawat dalam bekerja yang pada akhirnya akan berefek buruk terhadap kualitas pelayanan di Rumah Sakit.
Beberapa penelitian telah dilakukan tentang pengembangan karier perawat, Isneni (2002) yang melakukan penelitian tentang pengembangan karier perawat di RSU. Labuang Baji Makassar dari 153 orang sampel tenaga perawat, hasilnya yaitu dari aspek pendidikan menunjukan pegawai yang tingkat pendidikan terakhirnya DIII Keperawatan lebih banyak sekitar 70 orang (45,7%) dari pegawai yang tingkat pendidikan terakhirnya hanya setingkat SPK/SPR/SPB sekitar 64 orang (41,8%), sedang pelatihan terlihat rendah hanya 49 orang (19,7%) yang pernah mengikuti pelatihan. Adapun mutasi telah ditempuh sekitar 60,7%. Ini menunjukan pengembangan karier pegawai masing-masing Rumah Sakit berbeda tergantung dari motivasi, minat, kesempatan pegawai dan dukungan pimpinan serta ketersediaan dana pendidikan Rumah Sakit tersebut.
Untuk itu maka usaha pengembangan tenaga kesehatan, khususnya tenaga perawat perlu terus ditingkatkan agar tidak terjadi The Wrong Man In The Right Place, baik yang bekerja di rumah sakit maupun dipusat-pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) atau di institusi kesehatan lainnya. Adapun cara yang ditempuh dengan melalui pengembangan karier, seperti pendidikan, pelatihan, promosi jabatan dan rotasi jabatan termasuk pengalaman kerja sebagai penunjang dalam menduduki suatu jabatan (Simamora, 1997).
Pendidikan dalam hal ini yaitu pendidikan formal yang mengarah pada pengembangan karier sehingga akan meningkatkan motivasi pegawai dalam mengikuti program pendidikan begitu pula dengan pelatihan, pelatihan yang diharapkan yaitu pelatihan yang terpadu dimana terlihat kaftan antara satu pelatihan dengan pelatihan lainnya dan tidak terputus-putus/berkesinambungan (Depkes RI, 1994) dengan tujuan meningkatkan peluang dalam memikul tanggung jawab yang lebih meningkat. Sedangkan mutasi yaitu pengembangan karier entah dengan memindahkan pegawai tersebut secara horizontal atau bahkan dalarn posisi yang sama yang didudukinya sekarang (vertikal) dengan maksud memberikan peluang untuk mengembangkan keterampilan baru dan menguji kecerdasanya (Pengelolaan Karier, 2000). Sedang pengalarnan kerja ditujukan bagi perawat yang akan menduduki jabatan sebagai pengelola pelayanan keperawatan minimal 1-3 tahun seperti Ka. Bidang Keperawatan, Ka. Seksi Perawatan, Pengawas Perawatan, dann sebagainya yang memenuhi syarat. Sedang jabatan sebagai pelaksana keperawatan seperti pelaksana perawatan di unit rawat jalan, di ruang rawat, di kamar bersalin dan di unit gawat darurat, tidak memerlukan pengalaman kerja, kecuali pelaksana perawatan di kamar bedah yaitu minimal 1-2 tahun (Depkes RI, 1991).

PENCEGAHAN AWAL PARA PETERNAK UNGGAS TERHADAP PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG (BIRD FLU, AVIAN INFLUENZA)

Ringkasaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana para peternak unggas melakukan pencegahan awal terhadap penyebaran penyakit flu burung agar tidak mengakibatkan kematian pada manusia dan ternaknya khususnya di kota Kendari. Jenis penelitian observasional secara cross sectional, dengan populasi seluruh peternak Unggas yang berada di Kota Kendari. Pengambilan sampel secara total sampling yaitu setiap peternak yang memiliki Unggas lebih dari 500 ekor Unggas. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder di ambil dari data jumlah peternak unggas dari Dinas Peternakan di Kota Kendari dan data Jumlah Pasien Suspek dan Terpapar dari Dinas Kesehatan. Tehnik analisis data yaitu analisis univariat, mendeskripsikan dalam bentuk narasi tiap-tiap variabel dengan melihat gambaran distribusi frekwensinya. Hasilnya Metode pencegahan yang dilakukan para peternak unggas yaitu 58,8% masih kurang, pengobatan yang dilakukan para peternak unggas terhadap unggas mereka yaitu 85,3% baik, pemutusan rantai penularan yang dilakukan peternak unggas yaitu 79,4% baik. Saat ini kota Kendari sudah positif terinfeksi virus AI dan untuk penyebaran virus Flu burung masih terus berada dalam tahap penanganan, pencegahan dan pemberantasan yang berkesinambungan yaitu dengan melaksanakan anjuran pemerintah tentang 9 strategi pencegahan dan penanggulangan penyakit AI yaitu biosekuriti, vaksinasi, depopulasi, pengendalian lalu lintas, surveilans dan penelusuran, stamping out, public awareness, serta monitoring dan evaluasi. Kebijakan pemerintah bagi para peternak unggas sudah cukup ikut berpartisipasi dalam penanganan AI yaitu 87,9% peternak menjawab baik. Adapun kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Kendari yaitu (1) Meningkatkan sosialitas tentang pencegahan dan pemberantasan AI, (2) Vaksinasi AI di seluruh peternakan unggas (skala besar dan masyarakat), (3) Mengisolasi daerah tertular dengan cara mencegah hewan/unggas keluar masuk pada daerah tersebut, (4) Mengawasi arus lalu lintas ternak dan hasil produk ikutannya, (5) Meningkatkan penyemprotan desinfektan, (6) Meningkatkan publikasi melalui media massa dan elektronik, (7) Meningkatkan surveilance bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan BBV Maros, (8) Pembentukan TIM koordinasi dan Satgas pemberantasan penyakit AI di Kota Kendari.


Kata kunci : Flu Burung (Bird Flu, Avian Influenza)

Lovely

Lovely
14 November 2007